TUGAS KE 1
PSIKOLOGI PERKEMBANGAN
REMAJA
[ Selasa, 27 Juli 2004 | 3666 pembaca ]
Remaja merupakan masa peralihan antara masa anak dan masa dewasa yang berjalan antara umur 12 tahun sampai 21 tahun.
Setiap tahap usia manusia pasti ada tugas-tugas perkembangan yang harus dilalui. Bila seseorang gagal melalui tugas perkembangan pada usia yang sebenarnya maka pada tahap perkembangan berikutnya akan terjadi masalah pada diri seseorang tersebut. Untuk mengenal kepribadian remaja perlu diketahui tugas-tugas perkembangannya. Tugas-tugas perkembangan tersebut antara lain:
Remaja dapat menerima keadaan fisiknya dan dapat memanfaatkannya secara efektif
Sebagian besar remaja tidak dapat menerima keadaan fisiknya. Hal tersebut terlihat dari penampilan remaja yang cenderung meniru penampilan orang lain atau tokoh tertentu. Misalnya si Ani merasa kulitnya tidak putih seperti bintang film, maka Ani akan berusaha sekuat tenaga untuk memutihkan kulitnya. Perilaku Ani yang demikian tentu menimbulkan masalah bagi dirinya sendiri dan orang lain. Mungkin Ani akan selalu menolak bila diajak ke pesta oleh temannya sehingga lama-kelamaan Ani tidak memiliki teman, dan sebagainya.
Remaja dapat memperoleh kebebasan emosional dari orangtua
Usaha remaja untuk memperoleh kebebasan emosional sering disertai perilaku "pemberontakan" dan melawan keinginan orangtua. Bila tugas perkembangan ini sering menimbulkan pertentangan dalam keluarga dan tidak dapat diselesaikan di rumah , maka remaja akan mencari jalan keluar dan ketenangan di luar rumah. Tentu saja hal tersebut akan membuat remaja memiliki kebebasan emosional dari luar orangtua sehingga remaja justru lebih percaya pada teman-temannya yang senasib dengannya. Jika orangtua tidak menyadari akan pentingnya tugas perkembangan ini, maka remaja Anda dalam kesulitan besar.
Remaja mampu bergaul lebih matang dengan kedua jenis kelamin
Pada masa remaja, remaja sudah seharusnya menyadari akan pentingnya pergaulan. Remaja yang menyadari akan tugas perkembangan yang harus dilaluinya adalah mampu bergaul dengan kedua jenis kelamin maka termasuk remaja yang sukses memasuki tahap perkembangan ini. Ada sebagaian besar remaja yang tetap tidak berani bergaul dengan lawan jenisnya sampai akhir usia remaja. Hal tersebut menunjukkan adanya ketidakmatangan dalam tugas perkembangan remaja tersebut.
Mengetahui dan menerima kemampuan sendiri
Banyak remaja yang belum mengetahui kemampuannya. Bila remaja ditanya mengenai kelebihan dan kekurangannya pasti mereka akan lebih cepat menjawab tentang kekurangan yang dimilikinya dibandingkan dengan kelebihan yang dimilikinya. Hal tersebut menunjukkan bahwa remaja tersebut belum mengenal kemampuan dirinya sendiri. Bila hal tersebut tidak diselesaikan pada masa remaja ini tentu saja akan menjadi masalah untuk tugas perkembangan selanjutnya (masa dewasa atau bahkan sampai tua sekalipun).
Memperkuat penguasaan diri atas dasar skala nilai dan norma
Skala nilai dan norma biasanya diperoleh remaja melalui proses identifikasi dengan orang yang dikaguminya terutama dari tokoh masyarakat maupun dari bintang-bintang yang dikaguminya. Dari skala nilai dan norma yang diperolehnya akan membentuk suatu konsep mengenai harus menjadi seperti siapakah "aku" ?, sehingga hal tersebut dijadikan pegangan dalam mengendalikan gejolak dorongan dalam dirinya.
Selain tugas-tugas perkembangan, kita juga harus mengenal ciri-ciri khusus pada remaja, antara lain:
- Pertumbuhan Fisik yang sangat Cepat
- Emosinya tidak stabil
- Perkembangan Seksual sangat menonjol
- Cara berfikirnya bersifat kausalitas (hukum sebab akibat)
- Terikat erat dengan kelompoknya
-Secara teoritis beberapa tokoh psikologi mengemukakan tentang batas-batas umur remaja, tetapi dari sekian banyak tokoh yang mengemukakan tidak dapat menjelaskan secara pasti tentang batasan usia remaja karena masa remaja ini adalah masa peralihan. Dari kesimpulan yang diperoleh maka masa remaja dapat dibagi dalam 2 periode yaitu:
1. Periode Masa Puber usia 12-18 tahun
a. Masa Pra Pubertas: peralihan dari akhir masa kanak-kanak ke masa awal pubertas. Cirinya:
- Anak tidak suka diperlakukan seperti anak kecil lagi
- Anak mulai bersikap kritis
b. Masa Pubertas usia 14-16 tahun: masa remaja awal. Cirinya:
- Mulai cemas dan bingung tentang perubahan fisiknya
- Memperhatikan penampilan
- Sikapnya tidak menentu/plin-plan
- Suka berkelompok dengan teman sebaya dan senasib
c. Masa Akhir Pubertas usia 17-18 tahun: peralihan dari masa pubertas ke masa adolesen. Cirinya:
- Pertumbuhan fisik sudah mulai matang tetapi kedewasaan psikologisnya belum tercapai sepenuhnya
- Proses kedewasaan jasmaniah pada remaja putri lebih awal dari remaja pria
2. Periode Remaja Adolesen usia 19-21 tahun
Merupakan masa akhir remaja. Beberapa sifat penting pada masa ini adalah:
- Perhatiannya tertutup pada hal-hal realistis
- Mulai menyadari akan realitas
- Sikapnya mulai jelas tentang hidup
- Mulai nampak bakat dan minatnya
- Dengan mengetahui tugas perkembangan dan ciri-ciri usia remaja diharapkan para orangtua, pendidik dan remaja itu sendiri memahami hal-hal yang harus dilalui pada masa remaja ini sehingga bila remaja diarahkan dan dapat melalui masa remaja ini dengan baik maka pada masa selanjutnya remaja akan tumbuh sehat kepribadian dan jiwanya.[sumber:www.iqeq.web.id]
TUGAS KE 2
KISAH PRIBADI YANG BERKAITAN DEGAN
KEHILANGAN KEPERCAYAAN DIRI
Pubertas
Masa kanak-kanak adalah masa yang sangat indah bagi setiap orang pada umumnya, karena pada masa inilah seseorang akan mengalami kebahagian seperti kebahagian saat menangis, jajan, bermain dengan teman-teman dll. Namun masa yang sangat indah ini tidak akan kita rasakan selamanya karena setiap orang akan mengalami masa peralihan dari anak-anak menjadi dewasa yang ditandai dengan mimpi basah bagi laki-laki dan mens bagi perempuan masa ini dinamakan masa pendewasaan seseorang (akil baligh). Pada masa peralihan ini setiap orang akan mengalami masa pubertas bagi laki-laki maupun perempuan. Pada masa pubertas inilah saya mengalami masa dimana kepercayaan diri saya hilang yaitu saat saya berumur 12 tahun, hal yang membuat saya merasa tidak percaya diri antara lain yaitu munculnya jerawat di wajah saya sehingga membuat wajah saya bintik-bintik merah yang menyakitkan yang menjadi perhatian orang banyak. Selain membuat rasa percaya diri saya hilang saya juga merasakan syok berat yang mengakibatkan saya malas untuk main keluar rumah dengan teman-teman saya sehingga saya lebih banyak main di dalam rumah sendirian dari pada di luar rumah denganteman-teman, karena malu kalo jerawat saya di lihat teman-teman saya dan takut kalo-kalo terkena debu dan terkena sinar matahari yang membuat jerawat saya malah makin parah. Semenjak saya jerawatan saya menjadi seorang yang pemalu, menjadi sering ngaca, rajin cuci muka, jarang bergaul dan keluar rumah, menguangi makanan yang berbau minyak dan telur. Sayapun langsung mengambil tindakan penyembuhan di kerenakan jerawat di wajah saya tidak kunjung sembuh namun jmlahnya malah semakin banyak. Tindakan yang saya lakukan antara lain lebih banyak berkonsultasi dengan nyokap, dokter, curhat dengan teman dekat, mencoba pengobatan tradisional, dan hidup sehat lainnya. Akhirnya berkat kesabaran dan usaha yang saya lakukan serta support dari orang-orang terdekat saya. Membuat kepercayaan diri saya bangkit kembali, karena hal yang saya alami ini adalah hal yang wajar yang pasti di alami oleh semua orang untuk menuju ke jenjang kedewasaan, jadi bukan saya saja yang mengalami hal yang menyebalkan ini. Kepercayaan diri saya semakin kuat setelah saya menemukan obat yang cocok untuk mengobati jerawat saya, sehingga jerawat saya dari hari kehari semakin membaik dan sembuh dari sebelum-sebelumnya. Akhirnya masa pubertas itu pun terlewati setelah saya berumur 18 tahun, sehingga saya menjadi lebih percaya diri dan tidak malu lagi untuk bergaul dengan teman-teman saya dan melakukan aktivitas lainnya. Selain dari itu saya pun menjadi seorang yang rajin sekali bersih-bersih dan selalu merawat diri. mudah-mudahan saja pengalaman yang saya alami ini dapat bermanfaat bagi yang membaca, amin.
TUGAS KE 3
KENAKALAN REMAJA
SOAL:
Berikan pendapat Anda tentang mengapa para remaja sering melakukan tindakan kriminal ?
Jawaban.!
Menurut PIAGET Perkembangan KOGNITIF ANAK dikelompokkan dalam 4 tahapan:
1. Sensori Motor (usia 0-2 tahun)
Dalam tahap ini perkembangan panca indra sangat berpengaruh dalam diri anak.
Keinginan terbesarnya adalah keinginan untuk menyentuh/memegang, karena didorong oleh keinginan untuk mengetahui reaksi dari perbuatannya.
Dalam usia ini mereka belum mengerti akan motivasi dan senjata terbesarnya adalah 'menangis'.
Menyampaikan cerita/berita Injil pada anak usia ini tidak dapat hanya sekedar dengan menggunakan gambar sebagai alat peraga, melainkan harus dengan sesuatu yang bergerak (panggung boneka akan sangat membantu).
2. Pra-operasional (usia 2-7 tahun)
Pada usia ini anak menjadi 'egosentris', sehingga berkesan 'pelit', karena ia tidak bisa melihat dari sudut pandang orang lain. Anak tersebut juga memiliki kecenderungan untuk meniru orang di sekelilingnya. Meskipun pada saat berusia 6-7 tahun mereka sudah mulai mengerti motivasi, namun mereka tidak mengerti cara berpikir yang sistematis - rumit.
Dalam menyampaikan cerita harus ada alat peraga.
3. Operasional Kongkrit (usia 7-11 tahun)Saat ini anak mulai meninggalkan 'egosentris'-nya dan dapat bermain dalam kelompok dengan aturan kelompok (bekerja sama). Anak sudah dapat dimotivasi dan mengerti hal-hal yang sistematis.
Namun dalam menyampaikan berita Injil harus diperhatikan penggunaan bahasa.
Misalnya: Analogi 'hidup kekal' - diangkat menjadi anak-anak Tuhan dengan konsep keluarga yang mampu mereka pahami.
4. Operasional Formal (usia 11 tahun ke atas)Pengajaran pada anak pra-remaja ini menjadi sedikit lebih mudah, karena mereka sudah mengerti konsep dan dapat berpikir, baik secara konkrit maupun abstrak, sehingga tidak perlu menggunakan alat peraga.
Ada kesulitan baru yang dihadapi guru saat memfasilitasi peserta didik, sehingga guru harus menyediakan waktu lebih banyak agar dapat memahami terjadinya perubahan dalam proses perkembangan yang sedang dihadapi peserta didik, terutama ketika memasuki usia pubertas.
Pada saat seorang anak memasuki masa pubertas yang ditandai dengan menstruasi pertama pada remaja putri atau pun perubahan suara pada remaja putra, secara biologis dia mengalami perubahan yang sangat besar. Pubertas menjadikan seorang anak tiba-tiba memiliki kemampuan untuk ber-reproduksi.
Pada masa pubertas, hormon seseorang menjadi aktif dalam memproduksi dua jenis hormon (gonadotrophins atau gonadotrophic hormones) yang berhubungan dengan pertumbuhan, yaitu: 1) Follicle-Stimulating Hormone (FSH); dan 2). Luteinizing Hormone (LH). Pada anak perempuan, kedua hormon tersebut merangsang pertumbuhan estrogen dan progesterone: dua jenis hormon kewanitaan. Pada anak lelaki, Luteinizing Hormone yang juga dinamakan Interstitial-Cell Stimulating Hormone (ICSH) merangsang pertumbuhan testosterone. Pertumbuhan secara cepat dari hormon-hormon tersebut di atas merubah sistem biologis seorang anak. Anak perempuan akan mendapat menstruasi, sebagai pertanda bahwa sistem reproduksinya sudah aktif. Selain itu terjadi juga perubahan fisik seperti payudara mulai berkembang, dll. Anak lelaki mulai memperlihatkan perubahan dalam suara, otot, dan fisik lainnya yang berhubungan dengan tumbuhnya hormon testosterone. Bentuk fisik mereka akan berubah secara cepat sejak awal pubertas dan akan membawa mereka pada dunia remaja.
Mengapa para pelajar itu begitu sering tawuran, seakan-akan mereka sudah tidak memiliki akal sehat, dan tidak bisa berpikir mana yang berguna dan mana yang tidak ? Mengapa pula para remaja banyak yang terlibat narkoba dan seks bebas ? Apa yang salah dari semua ini?
Remaja adalah mereka yang berusia antara 12 - 21 tahun, yang akan mengalami periode perkembangan fisik dan psikis sebagai berikut :
Masa Pra-pubertas (12 - 13 tahun)
Masa pubertas (14 - 16 tahun)
Masa akhir pubertas (17 - 18 tahun) Dan periode remaja Adolesen (19 - 21 tahun)
Masa pra-pubertas (12 - 13 tahun)
Masa ini disebut juga masa pueral, yaitu masa peralihan dari kanak-kanak ke remaja. Pada anak perempuan, masa ini lebih singkat dibandingkan dengan anak laki-laki. Pada masa ini, terjadi perubahan yang besar pada remaja, yaitu meningkatnya hormon seksualitas dan mulai berkembangnya organ- organ seksual serta organ-organ reproduksi remaja.
Pada fase Remaja, terjadi perkembangan intelektual yang sangat pesat, sehingga seringkali remaja-remaja ini cenderung bersikap suka mengkritik (karena merasa tahu segalanya), yang sering diwujudkan dalam bentuk pembangkangan ataupun pembantahan terhadap orang tua, mulai menyukai orang dewasa yang dianggapnya baik, serta menjadikannya sebagai "hero" atau pujaannya. Perilaku ini akan diikuti dengan meniru segala yang dilakukan oleh pujaannya, seperti model rambut, gaya bicara, sampai dengan kebiasaan hidup pujaan tersebut.Ekspresi ini menunjukkan pula terjadinya proses erosi percaya diri, namun bisa pula terjadi perkembangan positif seperti meningkatnya rasa percaya diri.
Selain itu, pada masa ini remaja juga cenderung lebih berani mengutarakan keinginan hatinya, lebih berani mengemukakan pendapatnya, bahkan akan mempertahankan pendapatnya sekuat mungkin. Hal ini yang sering ditanggapi oleh orang tua sebagai pembangkangan. Remaja tidak ingin diperlakukan sebagai anak kecil lagi. Mereka lebih senang bergaul dengan kelompok yang dianggapnya sesuai dengan kesenangannya. Mereka juga semakin berani menentang tradisi orang tua yang dianggapnya kuno dan tidak/kurang berguna, maupun peraturan-peraturan yang menurut mereka tidak beralasan, seperti tidak boleh mampir ke tempat lain selepas sekolah, dan sebagainya. Mereka akan semakin kehilangan minat untuk bergabung dalam kelompok sosial yang formal, dan cenderung bergabung dengan teman-teman pilihannya. Misalnya, mereka akan memilih main ke tempat teman karibnya daripada bersama keluarga berkunjung ke rumah saudara.
Tapi, pada saat yang sama, mereka juga butuh pertolongan dan bantuan yang selalu siap sedia dari orang tuanya, jika mereka tidak mampu menjelmakan keinginannya. Pada saat ini adalah saat yang kritis. Jika orang tua tidak mampu memenuhi kebutuhan psikisnya untuk mengatasi konflik yang terjadi saat itu, remaja akan mencarinya dari orang lain. Orang tua harus ingat, bahwa masalah yang dihadapi remaja, meskipun bagi orang tua itu merupakan masalah sepele, tetapi bagi remaja itu adalah masalah yang sangat-sangat berat.
Masa pubertas (14 - 16 tahun)
Masa ini disebut juga masa remaja awal, dimana perkembangan fisik mereka begitu menonjol. Remaja sangat cemas akan perkembangan fisiknya, sekaligus bangga bahwa hal itu menunjukkan bahwa ia memang bukan anak-anak lagi. Pada masa ini, emosi remaja menjadi sangat labil akibat dari perkembangan hormon-hormon seksualnya yang begitu pesat. Keinginan seksual juga mulai kuat muncul pada masa ini. Pada remaja wanita ditandai dengan datangnya menstruasi yang pertama, sedangkan pada remaja pris ditandai dengan datangnya mimpi basah yang pertama. Remaja akan merasa bingung dan malu akan hal ini, sehingga orang tua harus mendampinginya serta memberikan pengertian yang baik dan benar tentang seksualitas. Jika hal ini gagal ditangani dengan baik, perkembangan psikis mereka khususnya dalam hal pengenalan diri/gender dan seksualitasnya akan terganggu. Kasus-kasus gay dan lesbi banyak diawali dengan gagalnya perkembangan remaja pada tahap ini.
Di samping itu, remaja mulai mengerti tentang gengsi, penampilan, dan daya tarik seksual. Karena kebingungan mereka ditambah labilnya emosi akibat pengaruh perkembangan seksualitasnya, remaja sukar diselami perasaannya. Kadang mereka bersikap kasar, kadang lembut. Kadang suka melamun, di lain waktu dia begitu ceria. Perasaan sosial remaja di masa ini semakin kuat, dan mereka bergabung dengan kelompok yang disukainya dan membuat peraturan-peraturan dengan pikirannya sendiri.
Masa akhir pubertas (17 - 18 tahun)
Pada masa ini, remaja yang mampu melewati masa sebelumnya dengan baik, akan dapat menerima kodratnya, baik sebagai laki-laki maupun perempuan. Mereka juga bangga karena tubuh mereka dianggap menentukan harga diri mereka. Masa ini berlangsung sangat singkat. Pada remaja putri, masa ini berlangsung lebih singkat daripada remaja pria, sehingga proses kedewasaan remaja putri lebih cepat dicapai dibandingkan remaja pria. Umumnya kematangan fisik dan seksualitas mereka sudah tercapai sepenuhnya. Namun kematangan psikologis belum tercapai sepenuhnya.
Periode remaja Adolesen (19 - 21 tahun)
Pada periode ini umumnya remaja sudah mencapai kematangan yang sempurna, baik segi fisik, emosi, maupun psikisnya. Mereka akan mempelajari berbagai macam hal yang abstrak dan mulai memperjuangkan suatu idealisme yang didapat dari pikiran mereka. Mereka mulai menyadari bahwa mengkritik itu lebih mudah daripada menjalaninya. Sikapnya terhadap kehidupan mulai terlihat jelas, seperti cita-citanya, minatnya, bakatnya, dan sebagainya. Arah kehidupannya serta sifat-sifat yang menonjol akan terlihat jelas pada fase ini.
Kenakalan Remaja
Kenakalan remaja biasanya dilakukan oleh remaja-remaja yang gagal dalam menjalani proses-proses perkembangan jiwanya, baik pada saat remaja maupun pada masa kanak-kanaknya. Masa kanak-kanak dan masa remaja berlangsung begitu singkat, dengan perkembangan fisik, psikis, dan emosi yang begitu cepat. Secara psikologis, kenakalan remaja merupakan wujud dari konflik-konflik yang tidak terselesaikan dengan baik pada masa kanak-kanak maupun remaja para pelakunya. Seringkali didapati bahwa ada trauma dalam masa lalunya, perlakuan kasar dan tidak menyenangkan dari lingkungannya, maupun trauma terhadap kondisi lingkungan, seperti kondisi ekonomi yang membuatnya merasa rendah diri, dan sebagainya.
Mengatasi kenakalan remaja, berarti menata kembali emosi remaja yang tercabik-cabik itu. Emosi dan perasaan mereka rusak karena merasa ditolak oleh keluarga, orang tua, teman-teman, maupun lingkungannya sejak kecil, dan gagalnya proses perkembangan jiwa remaja tersebut. Trauma-trauma dalam hidupnya harus diselesaikan, konflik-konflik psikologis yang menggantung harus diselesaikan, dan mereka harus diberi lingkungan yang berbeda dari lingkungan sebelumnya.
Para pembimbing Remaja dan Guru, diharapkan memahami masalah perkembangan remaja secara utuh, sehingga mampu memberikan bantuan yang sekaligus berperan sebagai solusi bagi masalah yang sedang dihadapinya.
sumber :
http://edukasipress.wordpress.com/
http://intanfw313.blogspot.com/
http://darsanas.multiply.com/
TUGAS KE 4
Berikan informasi tentang proses psikologi yang berpengaruh dalam proses belajar. Yaitu: motifasi, ingatan, perasaan, fantasi, perhatian, pengamatan, dan tanggapan ?
JAWABAN
Menurut buku:
1. Motivasi adalah dorongan atau kekuatan dari dalam diri seseorang yang mendorong orang bertingkahlaku atau berbuat sesuatu untuk mencapai suatu tujuan tertentu.
2. Perasaan adalah keadaan pada ridi seseorang yang muncul ketika terpadu secara pribadi dengan situasi yang ditempatinya.
3. Perhatian yaitu emmepunyai tugas selektif terhadap rangsangan-rangsangan yang mengenai/sampai kepada individu.
4. ingatan adalah kesan-kesan pengalaman masa lalu yang tertinggal jejaknya pada otak kita, selau ada secara sadar dan dapat ditimbulkan kembali.
5. tanggapan adalah bayangan/kesan kenangan dari pada apa yang pernah kita amati/kenali.
6. fantasi adalah suatu daya jiwa untuk menciptakan tanggapan-tanggapan baru dengan bantuan tanggapan-tanggapan yang ada pada diri kita, menciptakan sesuatu yang baru dalam jiwa.
7. Pengamatan adalah bagaimana seseorang dapat mengenali lingkungan hidupnya karena untuk mempermudah seseorang tersebut meahami kehidupannya melalui pengamatannya.
Pendapat saya :
1. Motivasi adalah dorongan dalam diri yang timbul karena adanya stimulus dari luar diri kita.
2. Perasaan adalah sesuatu yang ada didalam diri kita, dimana terdapat rasa terhadap sesuatu baik terhadap hal-hal yang baik maupun buruk seperti marah, sedih, senang, bahagia dsb.
3. ingatan adalah suatu informasi yang masuk kedalam otak kita, mengendap dan menjadi suatu ingatan bagi kita, dimana ia melekat dan dapat kita panggil ketika kita butuhkan.
4. fantasi adalah semacam khayalan yang kita inginkan, yang ktia buat didalam otak kita dan bukan kenyataan.
5. perhatian adalah sesuatu yang kita lakukan terhadap sesuatu dengan melalui panca indera kita, dimana yang tadinya kita tidak tahu menjadi tahu.
6. pengamatan adalah sesuatu yang kita perhatikan dan terus-menerus kita perhatikan sampai akhirnya kita menganalisa apa yang kita perhatikan tersebut dan mencoba terus mengetahui dan mengerti apa yang kita perhatikan sehingga menjadi suatu pengamatan pada kita.
7. tanggapan adalah response atau timbal balik kita terhadap sesuatu yang datang dari luar diri kita.
TUGAS KE 5
PANDANGAN FILOSOF
JOHN DEWEY, WILLIAM JAMES, .TOHRNDIKE TENTANG
PSIKOLOGI PENDIDIKAN
(A). WILLIAM JAMES (1842-1910).
Dalam pembahasan mengenai metode susunan kebiasaan, james memberikan 4 aturan dasar, yaitu:
a. Lengkapi dirimu dengan kekuatan dan ambillah keputusan secepat mungkin.
b. Tidak ada pengecualian dalam kesempatan sampai kebiasaan baru telah tertanam dihidupmu.
c. Ambillah kesempatan yang paling pertama saat mengambil tindakan.
d. Jagalah kebiasaan itu agar tetap ada dengan memberikan dorongan kecil setiap hari.
(B). JOHN DEWEY (1809-1882).
Bahwa hidup di dunia ini merupakan suatu peroses ,dimulai dari tingkatan terendah dan berkembang maju dan meningkat.
Pengalaman (experience) adalah salah satu kunci dalam filsafat intrumentalisme. Filsafat intrumentalisme dewey dibangun berdasarkan asumsi bahwa pengatahuan berpangkal pengalaman-pengalaman dan bergerak kembali menuju pengalaman.
(C). L. TOHRNDIKE
L. Thorndike
Di dalam pembahasan akan difokuskan pada teori belajar orang dewasa. Ada aliran inkuiri yang merupakan landasan teori belajar dan mengajar orang dewasa yaitu : “scientific stream” dan “artistic atau intuitive/reflective stream”. Aliran “scientific stream” adalah menggali atau menemukan teori baru tentang belajar orang dewasa melalui penelitian dan eksperimen . Teori ini diperkenalkan oleh Edward L. Thorndike dengan pubilkasinya “ Adult Learning”, pada tahun 1928.
Pada aliran artistic, teori baru ditemukan melalui instuisi dan analisis pengalaman yang memberikan perhatian tentang bagaimana orang dewasa belajar. Aliran ini diperkenalkan oleh Edward C. Lindeman dalam penerbitannya “ The Meaning of Adult Education” pada tahun 1926 yang sangat dipengaruhi oleh filsafat pendidikan John Dewey.
Menurutnya sumber yang paling berguna dalam pendidikan orang dewasa adalah pengalaman peserta didik. Dari hasil penelitian, Linderman mengidentifikasi beberapa asumsi tentang pembelajar orang dewasa yang dijadikan fondasi teori belajar orang dewasa yaitu sebagai berikut :
1) pembelajar orang dewasa akan termotivasi untuk belajar karena kebutuhan dan minat dimana belajar akan memberikan kepuasan
2) orientasi pembelajar orang dewasa adalah berpusat pada kehidupan, sehingga unit-unit pembelajar sebaiknya adalah kehidupan nyata (penerapan) bukan subject matter.
3) Pengalaman adalah sumber terkaya bagi pembelajar orang dewasa, sehingga metode pembelajaran adalah analisa pengalaman (experiential learning).
4) Pembelajaran orang dewasa mempunyai kebutuhan yang mendalam untuk mengarahkan diri sendiri (self directed learning), sehingga peran guru sebagai instruktur.
5) Perbedaan diantara pembelajar orang dewasa semakin meningkat dengan bertambahnya usia, oleh karena itu pendidikan orang dewasa harus memberi pilihan dalam hal perbedaan gaya belajar, waktu, tempat dan kecepatan belajar.
Carl R Rogers (1951) mengajukan konsep pembelajaran yaitu “ Student-Centered Learning” yang intinya yaitu :
1) kita tidak bisa mengajar orang lain tetapi kita hanya bisa menfasilitasi belajarnya.
2) Seseorang akan belajar secarasignifikan hanya pada hal-hal yang dapat memperkuat/menumbuhkan “self”nya
3) Manusia tidak bisa belajar kalau berada dibawah tekanan
4) Pendidikan akan membelajarkan peserta didik secara signifkan bila tidak ada tekanan terhadap peserta didik, dan adanya perbedaan persepsi/pendapat difasilitasi/diakomodir
Peserta didik orang dewasa menurut konsep pendidikan adalah :
1) meraka yang berperilaku sebagai orang dewasa, yaitu orang yang melaksanakan peran sebagai orang dewasa
2) meraka yang mempunyai konsep diri sebagai orang dewasa
Andragogi mulai digunakan di Netherlands oleh professor T.T Ten have pada tahun 1954 dan pada tahun 1959 ia menerbitkan garis-garis besar “Science of Andragogy”
Model andragogi mempunyai konsep bahwa : kebutuhan untuk tahu (The need to know), konsep diri pembelajar ( the learner’s concept),peran pengalaman pembelajar (the role of the leaner’s experience), kesiapan belajar ( readiness to learn), orientasi belajar (orientation of learning) dan motivasi lebih banyak ditentukan dari dalam diri si pembelajar itu sendiri.
Didalam pembelajaran orang dewasa tidak sepenuhnya harus menggunakan model andragogi, tetapi bisa digabung model pedagogi. Jika pembelajarnya belum mengetahui atau sangat asing dengan materi yang disampaikan tentunya kita bisa menggunakan model pedagogi pada awal-awal pertemuan untuk mengkonstruksi pengalaman dengan pengetahuan yang baru didapatkan, selanjutnya bisa digunakan model andragogi sebagai penguatan dan pengembangan.
TUGAS KE 6
MENJELASKAN ALIRAN FILOSOF
PERENIALISME, ESENSIALISME, KONSTRUKTIVISME, PROGRESIVISME
Progresivisme adalah suatu gerakan dan perkumpulan yang didirikan pada tahun 1918. Aliran ini berpendapat bahwa pengetahuan yang benar pada masa kini mungkin tidak benar di masa mendatang. Pendidikan harus terpusat pada anak bukannya memfokuskan pada guru atau bidang muatan. Beberapa tokoh dalam aliran ini : George Axtelle, William O. Stanley, Ernest Bayley, Lawrence B. Thomas dan Frederick C. Neff.
Constructivism is a perspective of learning and cognition that is gaining a large following in recent times and its origins may be traced to the works of Piaget, Vygotsky, Dewey and Bruner. Constructivism is not a unitary concept but is a continium. One the one end is radical constructivism which attribute its origins to von Glaserfeld who proposed that reality is within the individual and knowledge is constructed from individual experience. On the other end is the notion of cognitive constructivism as suggested by Jean Piaget, who proposed that knowledge is constructed through three mechanisms; namely, assimilation (fitting is a new experience into an exisiting mental structure), accomodation (revising an existing schema because of a new experience); and Equilibrium (seeking cognitive stability through assimilation & accomodation). In between these two extremes is the notion of social constructivism which has its origins in the theories proposed by Lev Vygotsky, who gave importance to cultural and social contexts in influencing learning; namely the role of the community, the people around, significant adults, culture and language.
PANDANGAN KONSTRUKTIVISME TENTANG
PEMBELAJARAN Konstruktivisme, “merupakan rung yang melingkupi dalam psikologi psikologi, epistemology, dan pendidikan kontemporer”(Von Glasersfeld, 1997, hlm.204), gambaran tersebut adalah istilah yang secara luas digunakan oleh para filsuf, penyusun kurikulum, psikolog, pendidik, dan lainnya. Sebagian orang yang menggunakan istilah ini “menegaskan kontribusi para cendikiawan untuk menerjemahkan dan mempelajarinya melalui 2 sisi, baik itu aktivitas individu dan sosial” (Brunning, Schraw, & Ronning, 1999, hlm.215). Pandangan konstruktivisme didasari oleh oenelitian Piaget, Vygotsky, psikolgi Gestalt, Bartlett, dan Brunner, seperti juga filsafat pendidikan Jhon Dewey yang mengemukakan beberapa akar intelektual.
Tidak ada teori pembelajaran tunggal dari konstruktivisme. Sebagian besar teori dalam ilmu pengetahuan kognitif meliputi beberapa macam konstruktivisme, karena teori-teori ini menyimpulkan bahwa individu-individu membangun struktur kognitif mereka sendiri, persis seperti ketika mereka mengintepretasikan pengalaman-pengalamannya pada situasi tertentu (Palincsar, 1998). Terdapat beberapa pendekatan konstruktivisme dalam ilmu pengetahuan, pendidikan matematika, psikologi, antropologi, dan komputerisasi. Walaupun banyak psikolog dan pendidik menggunkan istilah konstruktivisme, mereka seringkali memahami dengan arti yang berbeda-beda (Marshall, 1996; McCaslin & Hickey, 2001; Phillips, 1997). Satu cara ntuk mendapatkan intisari pandangan adalah membahas dua bentuk konstruksi psikologi dan sosial (Palincsar, 1998; Phillips, 1997).
Konstruktivisme psikologi/individual.Kaum psikologi konstrktivisme
“memfokuskan dengan bagaimana individu-individu membangun elemen-elemen tertentu dari perangkat kognitif dan emosional” (Phillips, 1997, hlm.153). Kaum konstruktisme tertarik dengan pengetahuan, keyakinan, konsep diri, atau identifikasi individual, oleh sebab itu mereka kadang disebut kaum konstruktiv individual; mereka semua fokus dalam kehidupan psikologi inner manusia. Ketika Chelsea berbicara dengan tembok yang digambarkan pada bagian sebelumnya, dia mengartikan sesuatu dengan menggunakan pengetahuan dan keyakinannya secara individu.
Dengan menggunakan standar ini, teori proses informasi yang belakangan ini muncul adalah teori kaum konstruktivisme (Mayer, 1996). Pendekatan proses informasi dalam pembelajaran berkaiatan dengan pikiran manusia sebagai simbol proses system itu sendiri. Sistem ini mengubah sensor input menjadi struktur simbol (proposisi, gambaran, atau skema) lalu proses (mengulangi atau mengelaborasi) struktur simbol itu sehingga pengetahuan dapat diingat dan diolah kembali. Dunia luar dilihat sebagai sumber input, tapi ketika moment tersebut masuk ke dalam daya ingat, hal-hal yang penting, diasumsikan “sedang terjadi di dalam otak” individu (Schunk, 2000; Vera & Simon, 1993). Akan tetapi, sebagian psikolog percaya, bahwa proses informasi adalah “trivial constructivism” (konstruktivisme yang sepele), karena kontribusi konstruktiv individual hanya untuk membangun representasi yang akurat tentang dunia luar (Derry, 1992; Garrison, 1995; Marshall, 1996).
Kebalikannya, pandangan psikologi konstruktiv Piaget, sedikit memfokuskan kepada representasi yang “benar” dan lebih tertarik kepada pengertian yang dibangun oleh individu. Seperti yang kita lihat pada bagian 2, Piaget mengemukakan sebuah tingkatan kognitif yang semua manusia harus melewatinya. Dengan mempelajari setiap tingkat, akan membangun dan menggabungkan tahapan sebelumnya yang membuatnya lebih teratur dan adaptif, serta tidak terpaku dalam kejadian yang nyata. Piaget lebih memfokuskan pada hal-hal yang masuk akal dan konstruksi pengetahuan secara umum, yang tidak bisa secara langsung dipelajari dari lngkungan—pengetahuan seperti konservasi atau resersevibilitas (Miller, 2002).
Pengetahuan-pengetahuan ini muncul dari merefleksikan dan menghubungkan kognisi atau pikiran-pikiran kita sendiri, bukan dari pemetaan realitas eksternal. Piaget melihat lingkungan sosial sebagai sebuah faktor penting dalam pengembangan kognisi, tapi dia tidak meyakini bahwa interaksi sosial merupakan mekanisme utama dalam mengubah penikiran (Moshman, 1997). Beberapa psikologi pendidikan dan perkembangan, telah menempatkan jenis konstruktivisme Piaget sebagai “aliran pertama konstruktivisme” atau jenis konstruktivisme “solo” dan penegasannya mengenai proses pembentukan arti secara individual (DeCorte, Greer, and Verschaffel, 1996; Paris, Byrnes, & Paris, 2001).
Konstruktivisme Sosial Vygotsky.Seperti yang dikemukakan pada bagian 2, Vygotsky meyakini bahwa interaksi sosial, unsur-unsur budaya, dan aktivitas yang membentuk pengembangan dan pembelajaran individu, seperti ketika interaksi Ben di pantai dengan Ayahnya, membentuk proses pembelajaran Ben mengenai mahluk laut, menghindari bahaya, tanggung jawab lingkungan dan geografi. Dengan berpartisipasi dalam sebuah aktivitas luar dengan orang lain “learner” (individu tersebut) mendapatkan outcome (hasil interaksi) untuk kepentingannya; “mereka memperoleh strategi dan pengetahuan dunia dan budaya” (Palincsar, 1998, hlm.351-352). Menempatkan pembelajaran dalam konteks sosial budaya adalah “aliran kedua konstruktivisme” (Paris, Byrnes, & Paris, 2001).
Oleh karena teorinya sangat bergantung pada interaksi sosial dan konteks budaya dalam menjelaskan pembelajaran, kebanyakan psikolog mengklasifikasikan Vygotsky sebagai kaum konstruktivisme sosial (Palincsar, 1998; Prawat, 1996). Meskipun demikian, beberapa teoritikus mengkategorikannya sebagai kaum psikologi konstruktivisme, karena ketertarikannya dalam pengembangan individu (Moshman, 1997; Phillips, 1997). Dalam pengertian ini, Vygotsky termasuk dalam kedua kategori tersebut; konstruktivisme sosial dan psikologi konstruktivisme. Satu kelebihan teori pembejarannya adalah membuka jalan untuk kita mempertimbangkan kedua sisi tersebut; dia menjembatani kedua kategori itu. Sebagai contoh, konsep Vygotsky tentang zona pengembangan proximal—sebuah area dimana seorang anak menyelesaikan masalah dengan bantuan orang dewasa atau teman sebaya yang lebih mahir—dapat disinyalir sebagai tempat dimana budaya dan kognisi membentuk satu sama lain (Cole, 1995). Budaya membentuk kognisi ketika orang dewasa menggunakan unsur-unsur dan peristiwa dalam budaya (seperti bahasa, pemetaan, komputer, bayangan, atau musik) untuk mengarahkan anak menuju nilai-nilai budaya (seperti membaca, menulis, menenun, atau menari). Sedangkan kognisi membentuk budaya, dimana orang dewasa dan anak secara bersama-sama melalui pengalaman baru dan pemecahan masalah untuk menambah daftar kelompok-kelompok budaya (Serpell, 1993).
Istilah konstruktionisme terkadang digunakan untuk membahas bagaimana pengetahuan publik terbentuk. Meskipun bukanla merupakan unsur utama dalam psikologi pendidikan, ini penting untuk dijadikan bahan pertimbangan
Konstruktionisme.Kaum konstruktionisme sosial tidak memfokuskan dalam pembelajaran individu. Mereka fokus pada bagaimana pengetahuan publik dalam disiplin ilmu seperti sains, matematika, ekonomi atau sejarah dibangun. Diluar dari jenis pengetahuan akademis ini, kaum konstruktionisme juga tertarik dalam bagaimana ide-ide yang masuk akal, keyakinan sehari-hari, dan pengertian umum mengenai dunia dikomunikasikan kepada anggota baru kelompok sosial budaya (Gergen, 1997; Phillips, 1997). Pertanyaan yang muncul meliputi siapa yang memastikan apa itu sejarah, cara yang seharusnya dalam publik atau bagaimana dapat terpilih sebagai ketua dalam kelompok sosial. Seluruh pengetahuan dibangun secara sosial, dan lebih penting lagi, sebagian orang mempunyai kekuasaan yang lebih dari orang lain untuk mendefinisikan apa itu pengetahuan. Hubungan diantara guru, murid, keluarga, dan komunitas adalah isu utama. Kolaborasi untuk mengerti perbedaan pandangan selalu dikedepankan, dan bentuk tradisional pengetahuan seringkali diperdebatkan (Gergen, 1997). Teori Vygotsky yang memfokuskan diri pada bagaimana kognisi membentuk budaya, mempunyai beberapa elemen yang sama dengan konstruktionisme.
Kesulitan yang ada dalam kondisi ini adalah ketika didorong ke dalam pengertian relativisme secara ekstrem, semua pengetahuan dan keyakinan adalah setara, karena mereka dibangun secara bersamaan. Terdapat beberapa masalah mengenai pemikiran ini bagi pendidik. Pertama, guru memiliki tanggung jawab professional untuk menegaskan nilai-nilai seperti kejujuran, dan keadilan diatas kefanatikan dan kecurangan. Keyakinan satu dan lainnya tidaklah sama. Sebagai guru, kita mengajarkan untuk belajar dengan giat. Jika pembelajaran tidak mendapatkan pengertian yang lebih mendalam dikarenakan semua pengertian dianggap sama, David Moshman (1997) menyatakan “kita bisa saja membiarkan siswa meneruskan untuk meyakini apa yang mereka yakini” (hlm.230). Lebih jauh, ini menimbulkan bahwa beberapa ilmu pengetahuan, seperti menghitung dan korespondensi tidak dibangun tetapi bersifat umum. Menimbang bahwa koresponden adalah bagian dari kemanusiaan (Gergen, 1995; Schunk, 2000).
Pandangan-pandangan berbeda dalam konstruktivisme menimbulkan beberapa pertanyaan umum dan ketidaksamaan jawaban. Pertanyaan-pertanyaan ini tidak akan bisa terpecahkan, tetapi beberapa teori berbeda, cenderung untuk mendukung posisi-posisi yang berbeda itu.
Perenialisme artinya adalah kebenaran abadi, Tuhan-lah kebenaran abadi itu. Dialah yang telah menciptakan manusia berdasarkan fitrah-Nya, fitrah yang menjadi penerang jalan bagi manusia mengenal Tuhannya. Demikianlah Perenialisme menjadi prinsip yang meyakini bahwa kebenaran abadi itu sesuatu yang niscaya telah ada di dalam diri manusia sebagaimana Tuhan menyatakan di dalam firman-Nya bahwa manusia tercipta oleh fitrah-Nya. Fitrah itulah jalan lurus yang diberikan Tuhan kepada manusia agar sampai kepada-Nya. Maka hendaklah manusia tetap berpegang teguh pada fitrah itu karena di sanalah jalan keselamatan itu.
Perenialisme sebagai sebuah keyakinan mengimani bahwa seluruh agama, seluruh kepercayaan yang mengajak umatnya hidup dalam kesucian sambil berupaya mewujudkan kemaslahatan dan kebaikan umat manusia, niscaya berasal dari Tuhan yang sama adanya. Namun simbol-simbol yang dipakai setiap agama memang berbeda, disesuaikan dengan lingkungan dan kebudayaan Utusan Tuhan yang membawanya.
Malaikat Jibril lah yang menuntunkan kepada kaum Eden sehingga kaum Eden meyakini bahwa sesungguhnya Tuhan menciptakan banyak jalan keselamatan dan tidak hanya satu jalan. Dahulu, sebelum berkenalan dengan pengajaran Malaikat Jibril di Eden, kaum Eden adalah umat Islam kebanyakan yang meyakini bahwa hanya dengan ajaran Islam lah seseorang sampai kepada Tuhan, dan barangsiapa yang tidak menjadikan Islam itu sebagai agamanya, maka tiadalah diterima amal perbuatannya dan dia termasuk orang-orang yang merugi. Tapi Malaikat Jibril menunjukkan kepada kaum Eden bahwa keyakinan semacam itu adalah kesempitan dan kesalahan di mata Tuhan.
Malaikat Jibril menuntun kaum Eden untuk mengenali ayat demi ayat di dalam kitab suci Al Quran sehingga sampailah kaum Eden pada pemahaman bahwa Islam yang rahmatan lil alamin sebagaimana yang diinginkan Tuhan adalah Islam yang Perenial, yang lapang hati terhadap umat agama lain.
Tuhan mengutus banyak nabi sebagaimana banyaknya kaum di muka bumi ini. Demikianlah keragaman jalan (agama) itu tercipta seperti keragaman budaya dan bahasa tercipta. Betapapun jalan-jalan itu berbeda, namun hakikatnya satu adanya sebagaimana berbedanya satu bahasa dengan bahasa yang lainnya adalah sebuah keniscayaan. "Meja” kata orang Indonesia, “Maktab” kata orang Arab, “Table” kata orang Inggris; namun bukankah istilah itu menunjuk pada hakekat yang sama?
Semua ajaran yang melahirkan kemaslahatan bagi kehidupan manusia niscaya dari Tuhan yang sama. Niscaya Jibril jualah yang membawakan wahyunya. Kaum muslim menyebut pembawa wahyu Tuhan itu dengan nama Jibril, umat Kristen lebih akrab dengan Ruhul Kudus, orang Hindu menyebutnya Dewa Wisnu dan Dewa Surya. Sesungguhnya semua itu sama maknanya karena sesungguhnya Jibril itu sendiri adalah ruh matahari, Roh yang Suci dan dialah Perintah dan Firman Tuhan.
Maka, Malaikat Jibril menasihatkan agar umat beragama tak ribut karena bahasa dan simbol yang berbeda, padahal hakikat yang dimaksud adalah sama dan satu adanya. Seberapa banyakkah jalan Tuhan itu? Sebanyak nafas makhluk-Nya. Maka, Malaikat Jibril menasihatkan agat tak membatasi jalan-jalan Tuhan karena semua jalan menuju Tuhan yang dihikmati adalah jalan Ilahiyah.
Selain mengajarkan Al Quran, Malaikat Jibril juga mengajarkan ayat-ayat Tuhan di dalam kitab-kitab suci lainnya. Dari pengajaran Jibril itu kaum Eden mengenal ajaran-ajaran Tuhan di luar ajaran Islam yang tidak dikenal sebelumnya. Sungguh, melalui pengajaran Jibril itu kaum Eden bersaksi serta melihat Kebesaran, Keadilan dan Kemaha Pengasihan Tuhan terhadap seluruh umat-Nya. Melalui keyakinan dan pemahaman Islam perenial ini, kaum Eden menjadi lebih tenteram, damai, penuh kasih dan jauh dari sifat sombong, dan merasa diri paling benar.
Maka, Malaikat Jibril menasihatkan kepada umat beragama agar menyatukan hati dan berbahasa hati serta bersepakat di dalamnya. Dan agar umat beragama menjadikan bahasa lahir yang dimiliki umat manusia sebagai keragaman dan kekayaan besar dari Tuhan yang Maha Agung. Keragaman melahirkan dinamika, keragaman melahirkan banyak warna.
Sungguh Malaikat Jibril mengajarkan perenialisme sebagai kebenaran abadi. Sungguh kaum Eden diajarkan dan disucikan dari segala keegoan agama. Di dalam lubuk hati kaum Eden yang terdalam, tak ada perasaan bahwa kaum Eden lebih mulia dari umat Islam, Kristen, Hindu atau Buddha. Di Eden, Malaikat Jibril mengajarkan kaum Eden untuk membaca seluruh kitab suci Tuhan dari Veda, Bagavad Gita, Dhammapada, Injil, Al Quran. Bagi kaum Eden, semua kitab suci itu adalah kitab suci Tuhan yang saling melengkapi dan saling menyempurnakan. Tak ada yang lebih tinggi dan lebih mulia dari yang lainnya.
Perenialisme yang diajarkan Malaikat Jibril membuat kaum Eden memuliakan semua Rasul Tuhan sejak Sidharta Gautama hingga Muhammad, namun terlarang bagi kaum Eden mengkultuskan para utusan itu. Kaum Eden sama sekali tak diperkenankan untuk meminta berkah dari para rasul itu karena sesungguhnya berkah itu hanya boleh kami minta dari Dia yang Esa semata.
Malaikat Jibril pun senantiasa memesankan kepada kaum Eden agar tak sampai jatuh pada keegoan kebenaran karena di sanalah awal kejatuhan semua pengikut ajaran Tuhan. Demikianlah kaum Eden dibawa menyampaikan risalah Islam yang perenial ke pesantren-pesantren dan organisasi-organisasi Islam. Demikian pula kaum Eden bersilaturahmi ke gereja-gereja, pura dan vihara untuk membawakan salam perdamaian dari Tuhan untuk seluruh umat beragama.
Semua itu adalah bagian dari amanah Tuhan yang harus dibawakan kaum Eden karena Tuhan ingin menyatakan bahwa perenialisme dan wajah agama yang perenial-lah yang dikehendaki Tuhan sebagai ajaran-Nya di penghujung akhir zaman ini. Karena perenialismelah yang dijaminkan Tuhan untuk menyatukan dan mempersaudarakan seluruh umat dan bangsa dalam perdamaian. Demikianlah kami kaum Eden menjadikan perenialisme sebagai ajaran Tuhan pada masa kini yang harus disebarkan kepada seluruh umat manusia.
Perenialisme merupakan suatu aliran dalam pendidikan yang lahir pada abad kedua puluh. Perenialisme berasal dari kata perennial yang berarti abadi, kekal atau selalu. Perenialisme lahir sebagai suatu reaksi terhadap pendidikan progresif. Perenialisme menentang pandangan progresivisme yang menekankan perubahan dan sesuatu yang baru. Jalan yang ditempuh oleh kaum perenialis adalah dengan jalan mundur ke belakang, dengan menggunakan kembali nilai – nilai atau prinsip – prinsip umum yang telah menjadi pandangan hidup yang kuat, kukuh pada zaman kuno dan abad pertengahan.Dalam pendidikan, kaum perenialis berpandangan bahwa dalam dunia yang tidak menentu dan penuh kekacauan serta mambahayakan tidak ada satu pun yang lebih bermanfaat daripada kepastian tujuan pendidikan, serta kestabilan dalam perilaku pendidik. Mohammad Noor Syam (1984) mengemukakan pandangan perenialis, bahwa pendidikan harus lebih banyak mengarahkan pusat perhatiannya pada kebudayaan ideal yang telah teruji dan tangguh. Perenialisme memandang pendidikan sebagai jalan kembali atau proses mengembalikan keadaan manusia sekarang seperti dalam kebudayaan ideal.
PANDANGAN MENGENAI KENYATAANPerenialisme berpendapat bahwa apa yang dibutuhkan manusia terutama ialah jaminan bahwa “reality is universal that is every where and at every moment the same “ (2:299) “ realita itu bersifat universal bahwa realita itu ada di mana saja dan sama di setiap waktu.� Dengan keputusan yang bersifat ontologism kita akan sampai pada pengertian – pengerian hakikat. Ontologi perenialisme berisikan pengertian : benda individual, esensi, aksiden dan substansi.• Benda individual adalah benda yang sebagaimana nampak di hadapan manusia yang dapat ditangkap oleh indera kita seperti batu, kayu,dll• Esensi dari sesuatu adalah suatu kualitas tertentu yang menjadikan benda itu lebih baik intrinsic daripada halnya, misalnya manusia ditinjau dari esensinya adalah berpikir• Aksiden adalah keadaan khusus yang dapat berubah – ubah dan sifatnya kurang penting dibandingkan dengan esensialnya, misalnya orang suka barang – barang antic• Substansi adalah suatu kesatuan dari tiap –tiap hal individu dari yang khas dan yang universal, yang material dan yang spiritual.Menurut Plato, perjalanan suatu benda dalam fisika menerangkan ada 4 kausa.• Kausa materialis yaitu bahan yang menjadi susunan sesuatu benda misalnya telor, tepung dan gula untuk roti• Kausa formalis yaitu sesuatu dipandang dari formnya, bentuknya atau modelnya, misalnya bulat, gepeng, dll• Kausa efisien yaitu gerakan yang digunakan dalam pembuatan sesuatu cepat, lambat atau tergesa – tergesa,dll• Kausa finalis adalah tujuan atau akhir dari sesuatu. Katakanlah tujuan pembuatan sebuah patung.
PANDANGAN MENGENAI NILAIPerenialisme berpandangan bahwa persoalan nilai adalah persoalan spiritual, sebab hakikat manusia adalah pada jiwanya. Sedangkan perbuatan manusia merupakan pancaran isi jiwanya yang berasal dari dan dipimpin oleh Tuhan. Secara teologis, manusia perlu mencapai kebaikan tertinggi, yaitu nilai yang merupakan suatu kesatuan dengan Tuhan. Untuk dapat sampai kesana manusia harus berusaha dengan bantuan akal rationya yang berarti mengandung nilai
kepraktisan.Menurut Aristoteles, kebajikan dapat dibedakan: yaitu yang moral dan yang intelektual. Kebajikan moral adalah kebajikan yang merupakan pembentukan kebiasaan, yang merupakan dasar dari kebajikan intelektual. Jadi, kebajikan intelektual dibentuk oleh pendidikan dan pengajaran. Kebajikan intelektual didasari oleh pertimbangan dan pengawasan akal. Oleh perenialisme estetika digolongkan kedalam filsafat praktis. Kesenian sebagai salah satu sumber kenikmatan keindahan adalah suatu kebajikan intelektual yang bersifat praktis filosofis. Hal ini berarti bahwa di dalam mempersoalkan masalah keindahan harus berakar pada dasar – dasar teologis, ketuhanan.
PANDANGAN MENGENAI PENGETAHUANKepercayaan adalah pangkal tolak perenialisme mengenai kenyataan dan pengetahuan. Artinya sesuatu itu ada kesesuaian antara piker (kepercayaan) dengan benda – benda. Sedang yang dimaksud benda adalah hal – hal yang adanya bersendikan atas prinsip keabadian.Oleh karena itu, menurut perenialisme perlu adanya dalil – dalil yang logis, nalar, sehingga sulit untuk diubah atau ditolak kebenarannya. Menurut Aristoteles, Prinsip – prinsip itu dapat dirinci menjadi :• Principium identitatis, yaitu identitas sesuatu. Contohnya apabila si Bopeng adalah benar – benar si Bopeng ia todak akan menjadi Si Panut.• Principium contradiksionis ( prinsipium kontradiksionis), yaitu hukum kontradiksi (berlawanan). Suatu pernyataan pasti tidak mengandung sekaligus kebenaran dan kesalahan, pasti hanya mengandung satu kenyataan yakni benar atau salah.• Principium exelusi tertii (principium ekselusi tertii), tidak ada kemungkinan ketiga. Apabila pernyataan atau kebenaran pertama salah, pasti pernyataan kedua benar dan sebaliknya apabila pernyataan pertama benar pasti pernyataan yang berikutnya tidak benar.• Principium rationis sufisientis. Prinsip ini pada dasarnya mengetengahkan apabila barang sesuatu dapat diketahui asal muasalnya pasti dapat dicari pula tujuan atau akibatnya.Perenialisme mengemukakan adanya hubungan antara ilmu pengetahuan dengan filsafat.• Science sebagai ilmu pengetahuanScience yang meliputi biologi, fisika, sosiologi, dan sebagainya ialah pengetahuan yang disebut sebagai “empiriological analysis� yakni analisa atas individual things dan peristiwa – peristiwa pada tingkat pengalaman dan bersifat alamiah. Science seperti ini dalam pelaksanaan analisa dan penelitiannya
mempergunakan metode induktif. Selain itu, juga mempergunakan metode deduktif, tetapi pusat penelitiannya ialah meneliti dan mencoba dengan data tertentu yang bersifat khusus.• Filsafat sebagai pengetahuanMenurut perenialisme, fisafat yang tertinggi ialah “ilmu� metafisika. Sebab, science dengan metode induktif bersifat empiriological analysis (analisa empiris); kebenarannya terbatas, relatif atau
kebenarannya probability. Tetapi filsafat dengan metode deduktif bersifat ontological analysis, kebenaran yang dihasilkannya universal, hakiki, dan berjalan dengan hukum – hukum berpikir sendiri, berpangkal pada hukum pertama; bahwa kesimpulannya bersifat mutlak, asasi. Hubungan filsafat dan pengetahuan tetap diakui urgensinya, sebab analisa empiris dan analisa ontology keduanya dianggap perenialisme dapat komplementatif. Tetapi filsafat tetap dapat berdiri sendiri dan ditentukan oleh hukum –hukum dalam filsafat sendiri, tanpa tergantung kepada ilmu pengetahuan.
PANDANGAN TENTANG PENDIDIKANTeori atau konsep pendidikan perenialisme dilatarbelakangi oleh filsafat – filsafat Plato sebagai Bapak Idealisme Klasik, filsafat Aristoteles sebagai Bapak Realisme Klasik, dan filsafat Thomas Aquina yang mencoba memadukan antara filsafat Aristoteles dengan ajaran Gereja Katolik yang tumbuh pada zamannya1. PlatoPlato (427-347 SM), hidup pada zaman kebudayaan yang sarat dengan ketidakpastian, yaitu fisafat sofisme. Ukuran kebenaran dan ukuran moral menurut sofisme adalah manusia secara pribadi, sehingga pada zaman itu tidak ada kepastian dalam moral dan kebenaran, tergantung pada masing – masing individu. Plato berpandangan bahwa realitas yang hakiki itu tetap tidak berubah karena telah ada pada diri manusia sejak dari asalnya. Menurut Plato, “dunia idea�, yang bersumber dari ide mutlak, yaitu Tuhan. Manusia menemukan kebenaran, pengetahuan, dan nilai moral dengan menggunakan akal atau ratio.Tujuan utama pendidikan adalah membina pemimpin yang sadar akan asas normative dan melaksanakannya dalam semua aspek kehidupan. Masyarakat yang ideal adalah masyarakat adil sejahtera. Manusia yang terbaik adalah manusia yang hidup atas dasar prinsip “idea mutlak�, yaitu suatu prinsip mutlak yang menjadi sumber realitas semesta dan hakikat kebenaran abadi yang transcendental yang membimbing manusia untuk menemukan criteria moral, politik, dan social serta keadilan. Ide mutlak adalah Tuhan2. AristotelesAristoteles (384 – 322 SM) adalah murid Plato, namun dalam pemikirannya ia mereaksi terhadap filsafat gurunya, yaitu idealisme. Hasil pemikirannya disebut filsafat realisme. Ia mengajarkan cara berpikir atas prinsip realistis, yang lebih dekat pada alam kehidupan manusia sehari – hari. Menurut Aristoteles, manusia adalah makhluk materi dan rohani sekaligus. Sebagai materi, ia menyadari bahwa manusia dalam hidupnya berada dalam kondisi alam materi dan social. Sebagai makhluk rohani, manusia sadar ia akan menuju pada proses yang lebih tinggi yang menuju kepada manusia idealPerkembangan budi merupakan titik pusat perhatian pendidikan dengan filsafat sebagai alat mencapainya. Ia menganggap penting pula pembentukan kebiasaan pada tingkat pendidikan usia muda dalam menanamkan kesadaran menurut aturan moral. Aristoteles juga menganggap kebahagiaan sebagai tujuan dari pendidikan yang baik. Ia mengembangkan individu secara bulat, totalitas. Aspek – aspek jasmaniah, emosi, dan intelek sama dikembangkan, walaupun ia mengakui bahwa “kebahagiaan tertinggi ialah kehidupan berpikir� (2:317)3. Thomas AquinasThomas berpendapat pendidikan adalah menuntun kemampuan – kemampuan yang masih tidur menjadi aktif atau nyata tergantung pada kesadaran tiap –tiap individu. Seorang guru bertugad untuk menolong membangkitkan potensi yang masih tersembunyi dari anak agar menjadi aktif dan nyata. Menurut J.Maritain, norma fundamental pendidikan adalah :• Cinta kebenaran• Cinta kebaikan dan keadilan• Kesederhanaan dan sifat terbuka terhadap eksistensi• Cinta kerjasamaKaum perenialis juga percaya bahwa dunia alamiah dan hakikat manusia pada dasarnya tetap tidak berubah selam berabad – abad : jadi, gagasan – gagasan besar terus memiliki potensi yang paling besar untuk memecahkan permasalahan – permasalahan di setiap zaman. Selain itu, filsafat perenialis menekankan kemampuan – kemampuan berpikir rasional manusia sehingga membedakan mereka dengan binatang – binatang lain.
PANDANGAN MENGENAI BELAJARTeori dasar dalam belajar menurut perenialisme adalah :? Mental disiplin sebagai teori dasarPenganut perenialisme sependapat bahwa latihan dan pembinaan berpikir (mental discipline) adalah salah satu kewajiban tertinggi dari belajar, atau keutamaan dalam proses belajar (yang tertinggi). Karena itu teori dan program pendidikan pada umumnya dipusatkan kepada pembinaan kemampuan berpikir.? Rasionalitas dan Asas Kemerdekaan.Asas berpikir dan kemerdekaan harus menjadi tujuan utama pendidikan ; otoritas berpikir harus disempurnakan sesempurna mungkin. Dan makna kemerdekaan pendidikan ialah membantu manusia untuk menjadi dirinya sendiri, be him-self, sebagai essential-self yang membedakannya daripada makhluk- makhluk lain. Fungsi belajar harus diabdikan bagi tujuan ini, yaitu aktualitas manusia sebagai makhluk rasional yang dengan itu bersifat merdeka.? Learning to Reason ( Belajar untuk Berpikir)Perenialisme tetap percaya dengan asas pembentukan kebiasaan dalam permulaan pendidikan anak. Kecakapan membaca, menulis dan berhitung merupakan landasan dasar. Dan berdasarkan pentahapan itu, maka learning to reason menjadi tujuan pokok pendidikan sekolah menengah dan pendidikan tinggi.? Belajar sebagai Persiapan HidupBagi Thomisme, belajar untuk berpikir dan belajar untuk persiapan hidup (dalam masyarakat) adalah dua langkah pada jalan yang sama, yakni menuju kesempurnaan hidup, kehidupan duniawi menuju kehidupan syurgawi.? Learning through Teaching (belajar melalui Pengajaran)Adler membedakan antara “learning by instruction� dan “learning by discovery�, penyelidikan tanpa bantuan guru. Dan sebenarnya learning by instruction adalah dasar dan menuju learning by discovery, sebagai self education. Menurut perenialisme, tugas guru bukanlah perantara antara dunia dengan jiwa anak, melainkan guru juga sebagai “murid� yang mengalami proses belajar sementara mengajar. Guru mengembangkan potensi – potensi self discovery ; dan ia melakukan “moral authority�atas murid –muridnya, karena ia adalah seorang professional yang qualified dan superior dibandingkan muridnya.